Metallica Live in Jakarta: Metal Menyatukan Kita!

Siapa bilang konser metal selalu
berujung rusuh? Konser akbar Metallica minggu lalu membuktikan musik
metal justru bisa menyatukan, dari seluruh Indonesia, dari Sabang hingga
Marauke tumpah-ruah memenuhi stadion Gelora Bung Karno yang
berkapasitas 100.000 orang itu. Konser berjalan “santun” walau musiknya
terbilang membentak-bentak dan penonton liar bagai kerasukan. Saya pikir
jika mau hitung-hitungan, di Indonesia yang namanya konser pop atau
dangdut lebih rusuh ketimbang konser berlabel metal. Saya lebih takut
datang ke konser Ungu yang beberapa kali suka diberitakan rusuh, konser black metal macam Marduk (yang katanya musik setan) justru lebih bersahabat hahahaha. Well, faktanya yah memang dari konser-konser metal yang pernah saya datangi, dari KoRn sampai Hammersonic
yang berskala festival, tidak ada satupun yang berakhir rusuh atau
bakar-bakaran seperti konser Metallica di tahun 1993. Lagipula bukan
musiknya yang membuat konser James Hetfield dan kawan-kawan pada waktu
itu berakhir bencana, tapi pelaksana konser yang kewalahan dan
pengamanan yang menurut saya diluar kewajaran. Bagaimanapun metal dan
Metallica yang disalahkan, sejak saat itu hampir tidak ada lagi konser
musik keras. Saya memang tidak ada disana ketika Metallica pertama kali
datang ke Indonesia, hanya bisa mendengar cerita dan menonton di youtube, ketika Metallica main, dibelakang api berkobar-kobar dan suara sirine mengaung-ngaung, chaos.
Itu 20 tahun lalu, sekarang saya jamin metal tidak lagi identik dengan
kerusuhan tapi persahabatan, metal menyatukan kita dan datangnya
Metallica (lagi) kesini seperti menyuarakan pesan tersebut.
“Musik setan”, saya ingat apa kata Bapak
ketika tahu anaknya mulai suka dengan musik berisik tidak jelas itu.
Ketika kaset-kaset Metallica, Sepultura dan Obituary bergantian di-play dan
berkumandang di rumah. Saya masih suka mendengarkan Guns N’ Roses dan
teman-temannya tapi sepertinya saya sudah menemukan apa yang kuping saya
cari selama ini, yah musik metal. Menunggu Metallica datang itu seperti
mimpi yang tampaknya sulit terwujud, dan kemarin walaupun sudah melihat
langsung para “Dewa” di depan mata, saya masih sulit percaya, tanggal
25 Agustus masih seperti mimpi, Oh Tuhan saya ada di tengah konser
Metallica. Penantian selama 20 tahun akhirnya terbayar, mereka yang dulu
pernah berdiri di Lebak Bulus, kemarin melepas kerinduannya dan Gelora
Bung Karno jadi saksi temu kangen yang bersejarah tersebut. Mereka yang
dulu masih bocah ingusan, seperti saya, yang hanya bisa puas menonton
kesaktian Metallica di vcd, dvd dan situs berbagi video pun
akhirnya bisa mengeluarkan segala “unek-unek” yang selama ini terpendam.
Di GBK kemarin, saya seperti mencurahkan isi hati kepada James
Hetfield, betapa saya, kami semua mencintai Metallica. Tentu saja
barisan metalheads yang kemarin datang menunjukkan rasa cinta
itu dengan cara khas, cara yang biasa mereka lakukan, saling
bertubrukan, berteriak, bernyanyi sama-sama dan tak ada letihnya
mengepalkan tangan ke udara. Soal crowd, penonton metal kita memang tidak pernah mengecewakan, bolehlah diadu gilanya. James Hetfield merasakan itu, “Jakarta, you make Metallica feel good”, ucapnya selepas konser berakhir. Tidak pernah ada konser di Indonesia yang segila ini.
Tidak bisa tidur menunggu Metallica manggung, tiap hari menyetel
lagu-lagunya di rumah, di mobil dan di kantor, sampai sempat takut
batal ke GBK, karena tiba-tiba dua hari sebelum konser, punggung saya
sakit. Suka cita yang berlebihan? saya tidak peduli apa kata orang
hahahaha. Hari yang dinanti pun akhirnya tiba, dan saya tidak pernah
melihat area sekitar Senayan berubah menghitam seperti minggu kemarin
(25/08/2013). Seperti sedang ada tabligh akbar dengan jamaah yang
semuanya berpakaian serba hitam. Sejak Minggu siang, daerah sekitar GBK
memang sudah dipadati metalhead yang dari rumah sudah berniat
“beribadah”, teriknya sinar matahari tidak menghalangi langkah-langkah
mantap, dari anak-anak muda era Lamb of God sampai bapak-bapak tua beruban, metalhead senior. Saya datang kira-kira pukul 2 siang, sudah janjian berkumpul di sebuah mall di bilangan Sudirman, ada @ifrul, @IfanMulya, @FarizVanJava dan @Menenon, oh sedangkan @Lramadhania terpaksa tidak ikut rombongan karena harus nganter Ibunya—akhirnya baru bisa berkumpul setelah konser usai. Walau di tiket sudah tertulis gate dibuka
pukul 5 sore, 2 jam sebelumnya GBK sudah dipastikan penuh oleh
orang-orang berseragam hitam-hitam, sabar menunggu sambil duduk dan
sebagian lagi mengantri official merchandise yang harganya
membuat saya tidak jadi membeli, hahahaha. So far, semua aman
terkendali, saya acungi dua jempol untuk pihak BlackRock Entertainment
sebagai penyelenggara yang menurut saya benar-benar mempersiapkan konser
Metallica dengan sangat baik. Salut!

Saya tidak mengada-ngada ketika di
paragraf sebelumnya bilang tak pernah ada konser di Indonesia yang
segila ini, khususnya konser metal-metalan. Tidak saja dari 50 ribuan
orang yang kemudian memadati GBK, tapi dari ukuran stage-nya
yang terbilang raksasa, tinggi 20 meter dan lebarnya sampai 60 meter, ya
belum lagi tata visual dan cahaya yang ciamik memanjakan mata. Senang
sekaligus haru langsung saya rasakan begitu berada di tengah lapangan
GBK yang sudah ditutup papan pelindung rumput tersebut, walau Metallica
dijadwalkan baru main pukul 8 malam, saya sudah bisa membayangkan mereka
beraksi di panggung raksasa di depan saya. Walau sudah sering ke konser
serupa, tapi baru pertama kalinya saya bergidik merinding melihat
sebegitu banyaknya orang, atmosfir yang tidak pernah saya rasakan
sebelumnya, yang datang dari puluhan ribu orang mengelu-elukan nama
Metallica. Ngantuk! 2 jam pun berasa seharian, sambil duduk saya
berkali-kali melihat jam di handphone, sesekali mengobrol untuk
menghabiskan waktu dan melihat sekeliling GBK yang benar-benar sudah
menghitam. Penonton di tribun pun jadi satu-satunya hiburan penghilang
rasa bosan, mereka dengan spontan membuat gelombang, asyik sendiri
bersorak-sorai. Kira-kira pukul tujuh panggung pun bergema, penonton
yang awalnya asyik duduk-duduk langsung berdiri, Seringai yang
dijadwalkan membuka konser muncul dari balik panggung disambut suara
gemuruh penonton, termasuk para serigala militia, sebutan fans
Seringai. Sebelum Seringai menunjukkan taringnya, penyanyi cantik Raisa
tiba-tiba naik ke atas panggung memimpin puluhan ribu penonton
menyanyikan lagu Indonesia Raya. Selepas itu barulah Seringai mengajak crowd
ugal-ugalan dengan nomor-nomor gahar mereka, termasuk “Dilarang di
Bandung” yang mengajak Ebenz (gitaris Burgerkill) untuk berkolaborasi.
Kira-kira 30 menitan, usai habis-habisan menggempur penonton, Seringai
pun mengakhiri party-nya dengan lagu “Mengadili Persepsi (Bermain Tuhan)” dan “Ace of Spades” milik Motorhead.
Agak ngaret dari jadwal,
akhirnya “The Esctasy of Gold” berkumandang bergema ke seluruh penjuru
Gelora Bung Karno tepat kira-kira 8.20, lagu yang memang selalu jadi
pembuka konser Metallica tersebut pun, menjadi penanda dimulainya konser
yang sudah saya tunggu-tunggu selama bertahun-tahun. Selepas lantunan
musik karya Ennio Morricone yang menjadi soundtrack dari film
“The Good, The Bad and The Ugly” yang dibintangi Clint Eastwood
tersebut, James Hetfield, Lars Ulrich, Kirk Hammett, dan Robert
Trujillo, satu-persatu muncul ke panggung dan langsung menyapa penonton
dengan tembang lawas “Hit the Lights” dari album debut Metallica di
tahun 1983, “Kill ‘Em All”. GBK pun serentak berubah jadi liar, kepalan
tangan dan devil’s horn ke udara pun tak ada henti-hentinya
mengiringi James dan kawan-kawan beraksi. “Master of Puppets”, “Fuel”,
kemudian dilanjut “Ride the Lightning”, “Fade to Black” yang membuat
saya berkaca-kaca, dan “The Four Horsemen” jadi cambuk yang
memerintahkan penonton semakin menggila, bak orang-orang yang kerasukan.
Metallica bagaikan badai yang tiba-tiba terjang lautan manusia di GBK,
merubah lautan yang tadinya tenang menjadi gelombang besar ombak yang
mengobrak-abrik kesunyian malam. Kerumunan orang mulai moshing kesana-kemari dan area festival terbagi menjadi dua, mereka yang gila untuk melakukan circle pit
dan mereka yang masih waras untuk mundur sedikit. Daerah tribun pun
tampak bergetar, diruntuhkan oleh gebrakan lagu-lagu cadas dari band
asal Los Angeles yang dibentuk tahun 1981 ini. Saya dan puluhan ribu
penonton benar-benar diajak bersenang-senang pada malam itu.

Diantara tembang cadas menghentak-hentak
“Cyanide”—lagu dari album Death Magnetic (2008)—“Welcome Home
(Sanitarium)”, “Sad but True” dan “Orion”, sesekali sang frontman James
Hetfield pun menyapa penonton, memberitahukan betapa Metallica begitu
senang bisa kembali ke Indonesia setelah 20 tahun. Tak hanya menyapa
tapi sempat-sempatnya mengajak bercanda penonton, konser ini pun berubah
jadi dagelan sesaat. James tahu betul bagaimana menghibur crowd-nya
tidak hanya lewat suara dan permainan gitarnya tapi juga lelucon.
Sedang si Lars Ulrich tampak anteng-asyik sendiri menggebuk-gebuk set
drum-nya sambil melet-melet—ciri khasnya. Kirk Hammett yang bolak-balik
dari ujung kanan ke ujung kiri panggung pun sangat anteng bersama
gitarnya, berinteraksi dengan penonton lewat permainan melodi-melodi
kelas dewa yang membuat saya tanpa sadar ngompol di celana, termasuk
memainkan “The Imperial March” dari film “Star Wars”. Robert Trujillo
sang pemain bas esentrik pun fokus membetot-betot basnya sambil sesekali
melakukan aksi jongkok-jongkok yang jadi ciri khasnya. Saat lagu “One”
dimainkan saya bisa melihat seluruh GBK meraung-raung, stage
yang awalnya tenang tiba-tiba berubah bagaikan medan perang, atmosfir
konser yang benar-benar membuat saya merinding, apalagi saat saya
sengaja pindah ke belakang (sambil mencari air minum), menjauh dari
posisi tengah, untuk melihat panggung dan penontonnya dari kejauhan,
pemandangan yang luar biasa “indah” dan momen yang menakjubkan. Semakin
malam, Metallica pun makin menghajar penonton lewat “For Whom the Bell
Tolls”, “Blackened”, “Nothing Else Matters”, dan “Enter Sandman”. Walau
tak lagi muda tapi semangat dan energi James dan kawan-kawan tampak tak
pernah ada habisnya hingga ke encore, penonton pun makin ugal-ugalan berteriak-teriak “die…die..die…”
ketika lagu “Creeping Death” dimainkan. “Fight Fire with Fire” dan
“Seek & Destroy” yang ditunggu-tunggu akhirnya jadi penutup konser
paling bersejarah di Indonesia ini. Kaki pincang, suara habis, badan
remuk, nafas hampir habis…terima kasih Metallica!!
Ga ada ribut-ribut dan rusuh, pokoknya damai dan aman dari awal sampai akhir konser!
nih gan vid-nya Metallica Live in jakarta
@Van, wah mantab gan!